KONFLIK LAMPUNG
Salah satu budayawan
Lampung, Ir H Anshori Djausal MT, mengingatkan bahwa konflik
antarwarga berbeda asal usul di Lampung seharusnya dapat diatasi dengan
solusi sosial dan budaya.
"Seharusnya ada solusi
sosial budaya, karena tetap ada nilai-nilai budaya yang universal yang
dapat mempertemukan dua masyarakat yang berbeda di sini," kata Anshori,
di Bandarlampung, Selasa (30/10), menanggapi formula yang paling tepat
mengatasi bentrokan antarwarga di Kecamatan Waypanji, Kabupaten Lampung
Selatan.
Bentrok warga
antarkampung masyarakat pendatang dengan warga Lampung di Desa
Balinuraga/Sidoreno, Kecamatan Waypanji, Sabtu--Minggu (28-29/10),
mengakibatkan sedikitnya sembilan warga tewas, beberapa lainnya
terluka, belasan rumah warga desa ini dibakar dan dirusak
massa. Bentrokan itu berdampak ribuan warga itu harus diungsikan ke
tempat yang aman di Bandarlampung, Selasa (30/10).
Beberapa kali
sebelumnya, bentrokan antarwarga berbeda asal-usul itu terjadi di
Lampung Selatan, serta di beberapa tempat lainnya di Provinsi Lampung,
umumnya dengan faktor pemicu masalah yang sebenarnya dinilai sepele.
Bentrokan warga Desa
Balinuraga/Sidoreno, Waypanji, dengan warga dari beberapa desa di
Kalianda, Lampung Selatan itu, diduga dipicu informasi adanya kasus
pelecehan seksual terhadap dua gadis warga Desa Agom, Kalianda,
saat bersepeda motor melewati desa itu yang dilakukan beberapa pemuda di
sana.
Namun belakangan
dinyatakan bahwa para pemuda itu justru bermaksud menolong kedua gadis
yang mengalami kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari sepeda motornya,
kemudian justru tersebar informasi bahwa mereka melakukan pelecehan
terhadap kedua gadis itu.
Kabar itulah yang memicu
warga Desa Agom dan beberapa desa sekitarnya menjadi marah, sehingga
mendatangi dan menyerang warga Desa Balinuraga/Sidoreno, Waypanji,
sehingga terjadi bentrokan berdarah.
Menurut Anshori, di
Lampung sebenarnya sudah banyak contoh koeksistensi masyarakat yang
berbeda, yang sudah berjalan ratusan tahun.
Mereka dapat hidup
berdampingan secara damai dan saling mengisi satu sama lain. "Tetapi,
memang memerlukan kepemimpinan sosial yang kuat untuk menjamin terbangun
konsensus sosial yang kondusif," ujar alumni ITB Bandung itu pula.
Menanggapi kecenderungan
masyarakat kurang percaya dengan pemimpin informal, tokoh adat, pemuka
agama maupun pemimpin formal/pejabat, sehingga sering mengambil
keputusan sendiri mengikut arus massa, menurut dia, perlu upaya yang
serius dan harus dilakukan melalui dialog antarbudaya untuk menembus
kebuntuan komunikasi itu.
"Tapi dalam situasi yang
kacau seperti saat ini (di Kecamatan Waypanji, Lampung Selatan, Red)
tentunya tidak sesederhana itu," ujar dia pula.
SISTEM PELAPISAN SOSIAL DIBALI (SISTEM KASTA)
Sistem kasta Bali adalah
suatu sistem organisasi sosial yang mirip dengan sistem kasta India.
Akan tetapi, sistem kasta India jauh lebih rumit daripada Bali, dan
hanya ada empat kasta dalam sistem kasta Bali.
Empat kasta Bali antara lain:
Sudra – petani, berjumlah sekitar 90 persen dari populasi Bali
Wesias (Waisya) – kasta pedagang dan pegawai pemerintahan
Satria (Kshatriya) – kasta prajurit, juga mencakup bangsawan dan raja
Brahmana – pendeta
Wesias (Waisya) – kasta pedagang dan pegawai pemerintahan
Satria (Kshatriya) – kasta prajurit, juga mencakup bangsawan dan raja
Brahmana – pendeta
1. Sudra.
Sudra (Sanskerta: śūdra) adalah sebuah golongan profesi (golongan karya) atau warna dalam agama Hindu di India. Warna ini merupakan warna yang paling rendah. Warna lainnya adalahbrahmana, ksatria, dan waisya.
Sudra adalah golongan karya seseorang yang bila hendak melaksanakan
profesinya sepenuhnya mengandalkan kekuatan jasmaniah, ketaatan,
kepolosan, keluguan, serta bakat ketekunannya. Tugas utamanya adalah
berkaitan langsung dengan tugas-tugas memakmurkan masyarakat negara dan
umat manusia atas petunjuk-petunjuk golongan karya di atasnya, seperti
menjadi buruh, tukang, pekerja kasar, petani, pelayan, nelayan, penjaga,
dll.
2. Waisya
Waisya adalah golongan karya atau warna dalam tata masyarakat menurut agama Hindu.
Bersama-sama dengan Brahmana dan Ksatria, mereka disebut Tri Wangsa,
tiga kelompok golongan keraya atau profesi yang menjadi pilar penciptaan
kemakmuran masyarakat. Bakat dasar golongan Waisya adalah penuh
perhitungan, tekun, trampil, hemat, cermat, kemampuan pengelolaan asset
(kepemilikan) sehingga kaum Wasya hampir identik dengan kaum pedagang
atau pebisnis. Kaum Waisya adalah kelompok yang mendapat tanggungjawab
untuk menyelenggarakan kegiatan ekonomi dan bisnis agar terjadi proses
distribusi dan redistribusi pendapatan dan penghasilan, sehingga
kemakmuran masyarakat, negara dan kemanusiaan tercapai.
3. Kshatriya
Kesatria atau ksatria, adalah kasta atau warna dalam agama Hindu.
Kasta ksatria ini merupakan bangsawan dan merupakan tokoh masyarakat
bertugas sebagai penegak keamanan, penegak keadilan, pemimpin
masyarakat, pembela kaum tertindas atau lemah karena ketidak-adilan dan
ketidak-benaran. Tugas utama seorang ksatria adalah menegakkan
kebenaran, bertanggung jawab, lugas, cekatan, prilaku pelopor,
memperhatikan keselamatan dan keamanan, adil, dan selalu siap berkorban
untuk tegaknya kebenaran dan keadilan. Di zaman dahulu ksatria merujuk
pada klas masyarakat kasta bangsawan atau tentara, hingga raja.
Zaman sekarang, ksatria
merujuk pada profesi seorang yang mengabdi pada penegakan hukum,
kebenaran dan keadilan prajurit, bisa pula berarti perwira yang gagah
berani atau pemberani. Kelompok ini termasuk pemimpin negara, pimpinan
lembaga atau tokoh masyarakat karena tugasnya untuk menjamin terciptanya
kebenaran, kebaikan, keadilan dan keamanan di masyarakat, bangsa dan
negara.
4. Brahmana
Brahmana adalah salah satu golongan karya atau warna dalam agama Hindu.
Mereka adalah golongan cendekiawan yang mampu menguasai ajaran,
pengetahuan, adat, adab hingga keagamaan. Di zaman dahulu, golongan ini
umumnya adalah kaum pendeta, agamawan atau brahmin. Mereka juga disebut
golongan paderi atau
sami. Kaum Brahmana tidak suka kekerasan yang disimbolisasi dengan
tidak memakan dari makluk berdarah (bernyawa). Sehingga seorang Brahmana
sering menjadi seorang Vegetarian.
Brahmana adalah golongan karya yang memiliki kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan baik pengetahuan suci maupun pengetahuan ilmiah secara umum.
Dahulu kita bertanya tentang ilmu pengetahuan dan gejala alam kepada
para brahmana. Bakat kelahiran adalah mampu mengendalikan pikiran dan
prilaku, menulis dan berbicara yang benar, baik, indah, menyejukkan dan
menyenangkan. Kemampuan itu menjadi landasan untuk mensejahterakan
masyarakat, negara dan umat manusia dengan jalan mengamalkan ilmu pengetahuannya, menjadi manggala (yang dituakan dan diposisikan secara terhormat), atau dalam keagamaan menjadi pemimpin upacara keagamaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar